Menurut naskah kesepakatan gencatan senjata Israel-Hamas yang diperoleh kantor berita
Reuters,
kedua pihak harus menghentikan semua tindakan yang bermusuhan. Israel
harus berhenti menyerang dan menargetkan para individu tertentu,
sedangkan semua faksi Palestina harus berhenti menembakkan roket dan
menyerang lintas-batas.
Naskah itu juga mengharuskan Israel
melonggarkan blokade atas penduduk di Gaza, yang sudah diberlakukan
selama enam tahun. Bagi PM Inggris, David Cameron, blokade itu sama saja
dengan "penjara terbuka." Prosedur untuk menerapkan kewajiban itu akan
"ditangani dalam jangka waktu 24 jam setelah dimulainya gencatan
senjata," tulis naskah itu.
Israel sendiri masih bertekad tidak
akan mencabut blokade atas Gaza. Sebaliknya, Hamas menafsirkan bahwa
naskah gencatan senjata itu mengharuskan Israel membuka semua blokade di
wilayah yang mereka kuasai sejak menang Pemilu Palestina pada 2006.
Pemimpin
Hamas, Khaled Meshaal, mengatakan kelompoknya akan menghargai gencatan
senjata selama Israel juga melakukannya. Bagi Meshaal sendiri, ungkap
al Jazeera,
gencata senjata ini menandakan bahwa Israel telah "gagal dalam memenuhi
semua tujuannya." Dia pun berterima kasih kepada Mesir sebagai mediator
dan juga Iran, yang dia anggap turut "berperan dalam mempersenjatai"
Hamas selama konflik.
Sebaliknya, Perdana Menteri Israel,
Benjamin Netanyahu, berterima kasih kepada AS dan Mesir dalam mendukung
upaya gencatan senjata. Seperti halnya AS, Israel selama ini tidak mau
berhubungan langsung dengan Hamas, yang mereka anggap sebagai kelompok
teroris, namun menggunakan jasa Mesir sebagai perantara.
Presiden
Mesir, Mohamed Mursi, dalam beberapa hari terakhir sibuk memelopori
negosiasi gencata senjata antara Israel dan Hamas. Kebetulan inisiatif
Mursi ini didukung Liga Arab, beserta sejumlah negara seperti AS dan
Turki.
Netanyahu mengatakan ingin memberikan Hamas kesempatan
untuk gencatan senjata, walaupun ada beberapa warga yang menolaknya.
Penolakan terutama datang dari kota Kiryat Malachi, lokasi tewasnya tiga
orang Israel setelah diroket Hamas. "Saya tahu ada warga yang
menginginkan aksi militer yang lebih keras, dan semoga kita tidak perlu
melakukan itu," kata dia.
Kalangan pengamat juga tidak yakin
bahwa gencatan senjata ini bisa terus berlangsung lama. "Tidak ada yang
mau hanyut dalam ilusi bahwa ini bakal menjadi gencatan senjata yang
kekal. Jelas bagi semua orang bahwa ini hanya bersifat sementara," kata
Michael Herzog kepada kantor berita
Reuters.
"Namun,
ada peluang bahwa gencatan senjata itu bisa berlangsung untuk periode
yang signifikan, bila semuanya berlangsung baik," lanjut Herzog, mantan
Kepala Staf di Kementerian Pertahanan Israel.
Pengamat politik
Palestina, Talal Okal, mengaku tidak banyak berharap bahwa gencatan
senjata itu bisa menjadi kesepakatan permanen. Bahkan dia melihat posisi
Hamas kini lebih kuat dari sebelumnya. "Palestina tidak berhenti
mempersiapkan diri mereka untuk putaran berikut," kata Okal.
Penilaian
itu tak lepas dari kuatnya prinsip masing-masing pihak yang bertikai.
Hamas selama ini berprinsip menolak keberadaan Israel di tanah yang
mereka serobot dari warga Palestina. Sebaliknya, Israel melihat Hamas
sebagai kelompok teroris yang tidak boleh didiamkan.
Konflik
berdarah dan gencatan senjata ini bukan pengalaman baru bagi Israel dan
Hamas. Selama 22 hari berkonflik dari akhir Desember 2008 hingga awal
Januari 2009, berlangsung konflik yang lebih brutal lagi di tempat yang
sama.
Pada saat itu, Israel sampai mengerahkan pasukan darat
dalam menyerbu Gaza. Lebih dari 1.400 warga Palestina tewas akibat
pertempuran yang sangat timpang.
Itulah sebabnya Dewan Keamanan
PBB, dalam sidang terkini di New York, berseru agar kedua pihak tetap
menjunjung tinggi kesepakatan gencatan senjata. "Para anggota dewan
menyerukan pihak-pihak terkait untuk menegakkan kesepakatan dan
bertindak secara serius untuk menerapkannya dengan niat baik," demikian
pernyatan dewan yang beranggotakan 15 negara itu.
Sambutan dunia
Sekjen
PBB dan banyak negara telah menyambut baik gencatan senjata Israel dan
Hamas. Mereka pun memuji upaya Presiden Mursi dan pihak-pihak lain dalam
mengupayakan negosiasi yang berujung pada gencatan senjata itu.
Seperti
negara-negara lain, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar
Negeri RI menyambut baik gencatan senjata antara Israel dan Hamas di
Palestina untuk menghentikan kekerasan di Jalur Gaza. Langkah ini
sejalan dengan upaya-upaya Indonesia dalam mewujudkan perdamaian di
Timur Tengah.
"Indonesia menyambut baik tercapainya gencatan
senjata di Jalur Gaza yang telah efektif berlaku sejak hari Rabu, 21
November 2012, jam 9 malam waktu setempat," tulis pernyataan yang
diterima
VIVAnews, Kamis 22 November 2012.
Menurut
pernyataan Kemlu, sejak berkecamuknya konflik di Jalur Gaza tanggal 14
November 2012, Pemerintah RI telah mengambil langkah-langkah intensif
melalui berbagai forum internasional untuk menghentikan aksi militer
Israel. RI juga berupaya untuk menghindari jatuhnya korban penduduk
sipil, dan memulai kembali proses perdamaian melalui perundingan.
"Upaya
tersebut termasuk antara lain dilakukan oleh Presiden RI pada KTT ke-21
ASEAN dan KTT terkait Lainnya di Phnom Penh, tanggal 18-20 November
2012," tulis Kemlu.
Perkembangan di Gaza ini, lanjut Kemlu,
sejalan dengan upaya-upaya Indonesia mewujudkan perdamaian. Selanjutnya
Indonesia mendorong dimulainya kembali negosiasi proses perdamaian di
Timur Tengah.
"Proses perdamaian yang selaras dengan
resolusi-resolusi terkait PBB untuk mewujudkan negara Palestina merdeka
yang hidup berdampingan secara aman dan damai dengan negara-negara
tetangganya," demikian pernyataan Kemlu RI.(np)
VIVAnews
-
Share